Selasa, 01 November 2016

Senin pagi sebelum aku putuskan pulang


Teruslah menjadi demikian, teruskanlah aku tau itu engkau. benar benar engkau.
engkau yang aku benar cinta, engkau yang aku sungguh rindu. Engkau yang entah masih mengenaliku atau tidak.
Teruskanlah berbuat demikian, melihatku layak tak pernah melirikku, seperti tak pernah mengajakku berkenalan, merancang kencan, menonton film bersama bahkan sedikitpun, kamu tak ingat bahwa telingamu pernah sakit akibat terlalu lama berbicara padaku ditelpon.
Sepait itu, sugguh tak ingatkah padaku?

Aku masih sama seperti dulu, yang masih memburumu, masih menunggu surat surat darimu datang, masih berharap datangnya tukang pos atau Gojek atau Grab bike  membawakan aku kue ulang tahun, bunga mawar putih yang dirangkai dari 20 tangkai atau satu kardus chocolate Choki Choki. Semua itu tak ada. kemana larinya ojek online itu? tukang pos? atau pedagangnya yang kemana?
apa apaan ini? Ini apa? Bisakah kau jelaskan padaku?

Hari sabtu malam aku menunggumu hingga berganti menjadi senin pagi, berada dalam salah satu loteng warung makan siap saji, naum kamu tak datang. Iya tanpa kesepakatan kita, aku datang dengan keinginanku yang kuat. tapi kau bukankah biasa mencariku di pojok tempat itu? sambil melihat bangunan bangunan dibangun dan menyeruput es kopi di tengah kota itu.
Pelayan warung makan itu tau aku tak berganti baju hingga 2 hari, dia iba padaku, menawarkan aku teh panas padahal tak pasti tak ada dimenu.

Senin pagi sebelum aku putuskan pulang, sengaja kutemukan tenggorokanku dengan teh panas itu. Nyaman sekali rasanya, meski mataku semmbab dan perutku kembung karena tak ada satu makananpun masuk dalam perutku. Hmm aku kini berada dalam satu pagi dengan kenyataan baru dan semangat yang harus ku pompa untuk memulai hari, serta selanjutnya kurasa.
Nafas panjang ku lepaskan, ku buka Novemberku demikian.
Terimakasih kamu, teruslah begitu, nyamanlah dengan keadaan itu dengan membuat orang lain gelisah memikikan engkau. Harus ku biasakan kedinginan, karena kini aku tak lagi bisa memahami kamu, teramat sulit bagiku menggenggammu. Kini saatnya aku pulang dan jadi manusia gegabah lagi. Semoga kamu tenang disana.

Minggu, 24 Juli 2016

Rumah


Halo, aku kembali. Kangen sama aku ga? Hehehe
Ga jauh beda, aku bukan terlahir kembali, aku juga bukan beneran baru, ini aku, literally aku. Aku Cuma sedang ingin kembali. Tapi bukan berarti aku kemarin menghilang ya, enggak. Aku tidak benar benar menghilang kok. Aku hanya, diam. Diam yang diartikan banyak hal. Toh saatnya pulang aku juga akan pulang, iya pulang ke rumah- a place you go when you don’t have any destination. 

Kenapa pulang? Kenapa ke rumah? Iya karena dia punya segalanya. Iya, all you need is love and there is in home. Home sweet home. Coba sekarang bilang sama aku, apa yang ga ada dirumahmu? Atau hal apa yang bisa dilakukan di rumah? Atau apa yang bikin kamu harus keluar dari rumah? Apa yang membuat rumah membosankan? Bersyukurlah selalu merindukan rumah dan seisinya. Iya apapun bagaimanapun bentuknya, sekecil apa, sejauh apa, sepanas apa, rumah ya rumah. Ada kata lain bagaimana menjelaskan rumah adalah sebuah tempat yang mulia? The best place ever ya.. paling mulia menurutku. Hmm wait rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain.

Mau bentuknya apartement, flat, rusun, rumah komplek, mansion, cottage, rumah gubuk, rumah biasa, rumah luar biasa, rumah ya rumah. Tempat yang akan selalu jadi persinggahan paling nyaman.
Di rumah, banyak hal yang terjadi, dia bahkan jadi saksi gimana kita tumbuh. Gimana waktu pertama mandi sendiri, susahnya dibangunin waktu pagi mau sekolah, gimana waktu ditinggal sendiri dirumah ga ada makanan, waktu seharian nonton tv ga ada kegiatan. Tapi inget ga waktu kita lama lama mikirin ah, rumah ini dicat lagi dong, beliin kursi dong, sofa dong, atau dikasih pelapis biar adem. Ahh kalo rumah bisa ngomong dia mau senyum senyum kali ya? 

Dimanapun akan bertemu namanya rumah. Di sekolah, kuliah, kerja, perantauan. Apalagi perantauan, saya alami sendiri rasanya jauh dari orang tua bagaimana, bukan seberapa saya harus jauhnya dari orang tua sih, tapi bagaimana perantau ini tetap bertahan meski jauh dari rumah dan seisinya. Oke kalo contohnya saya kecil sih, baru 2 tahuanan dan Cuma Jakarta – Jogja. Kurang dramatis ya? Sama kek kalian ya? :p 

Kita mulai dari temenku, namanya Riana, Riana Wahab.  Dia itu anaknya pak Wahab, asli NTT. Singkatnya Riana ini merantau ke Jakarta dari usia 13 tahun Cuma buat belajar agama islam dan sekolah. Whoooah! I really appreciate it. Apasih yang ditau anak usia 13 tahun? Bohong dong kalo ditanya rindu apa enggak dia jawab ga rindu, dia rinduu, rindu banget. Tapi kan Jakarta – NTT ga sedeket Bekasi Jakarta kalo rindu tinggal naik krl 3 ribu beres. Jadi selama  kurang lebih 7 tahun Riana ga ketemu orang tuanya dan rumahnya man. Jadi rindunya udah berapa kilo ga tau deh. Katanya, dia akan pulang kalo dia udah sukses, kalo sekolahnya bener, kalo ilmu agamanya makin baik. Insya Allah ya Ri.

Satu orang lagi, aku mau cerita soal seseorang bernama Agus Rahardjo. Beliau ini ya, orang Jawa banget, melekat banget darah Jawa itu ditulang tulang sum sumnya. Beliau ga bisa kalo ga pulang. Pulang is a must to do every moment. Jadi kalo ditanya, tempat mana yang mau dikunjungi kalo liburan, dia pasti bilang “Magetan”. Ya it’s his hometown. Dengan pulang dia bisa merefresh pikiran penatnya sewaktu bekerja di Jakarta, dengan pulang dia bisa mengenang masa masa lalunya yang patut untuk disyukurinya sekarang. Katanya, akan ada banyak hal positif yang  mengalir dikehodupan dia sewaktu pulang. 

“Rumahku ga lebar, tapi nyaman. Saya itu selalu rindu air dinginnya kalo di Magetan” kata dia. See? Sepele baanget ga? Air dingin di pedesaan pasti akan beda sama air dingin mesin merk apaaa gitu di hotel atau kantor kantor gedogan.
Waktu saya tanya, kalo nyaman kenapa harus pergi dari sini? Kenapa ga menetap di sini aja? Dia jawabnya begini teman teman, hmm merantau atau hijrah itu adalah sebuah keharusan adalah sebuah kewajiban untuk membuka wawasan. Yang perlu diingat itu, jangan sampai kita kehilangan identitas, makanya dia sering pulang, buat apa? Buat nge charge energy, nge charge semangatnya daaaaaaaaaaaaaaaaan bawa bekal rindu untuk dibawa ke tanah perantauan.  Awwww How sweet he is!  

Rindu dan rumah. Dua hal yang mutlak dipenuhi menurutku. Apalagi rindunya sama rumah. Hmm ada yang belum ngerasain rindu butuh rumah? 


@bertinakbar